https://sibolga.times.co.id/
Kopi TIMES

Budaya Curiga dalam Masyarakat Kita

Senin, 10 Juni 2024 - 13:36
Budaya Curiga dalam Masyarakat Kita Yanuardi Syukur, Dosen dan Antropolog Universitas Khairun, Ternate

TIMES SIBOLGA, TERNATE – Empat orang dari Jakarta yang melacak dan mengambil mobil rentalan di Sukolilo, Kabupaten Pati, dihajar massa. Salah satunya, bos rentalan tersebut, meninggal dunia. Padahal mereka hanya mau ambil mobil rentalnya yang waktu itu pakai kunci cadangan kemudian dikira maling. 

Seorang satpam Plaza Indonesia dipecat gara-gara video viral saat ia memukul seekor anjing. Setelah dipecat, satpam tersebut menyampaikan informasi, "Saya Nasarius, pawang satwa Fay yang memukul anjing di Plaza Indonesia. Saya pribadi, meminta maaf. Maafkan saya, itu anjing saya. Saya pukul dia karena terpaksa supaya dia berhenti terkam anak kucing. Saya sayang dia, dia anjing saya."

Budaya kecurigaan

Kedua peristiwa tersebut membawa kita pada satu hal, yakni budaya kecurigaan. Menurut KBBI, curiga/cu·ri·ga/ mengandung arti: (1). berhati-hati atau berwaswas (karena khawatir, menaruh syak, dan sebagainya): kita harus tetap-karena banyak pengacau yang berkedok sebagai pembela bangsa; dan (2) (merasa) kurang percaya atau sangsi terhadap kebenaran atau kejujuran seseorang (takut dikhianati dan sebagainya): Ibu-akan kebenaran ceritaku. Sedangkan kata mencurigakan berarti: menimbulkan curiga (syak, kurang percaya), menaruh syak terhadap sesuatu, atau curiga terhadap sesuatu.

Pertama, masyarakat kita mudah terprovokasi oleh konten atau aktivitas yang dianggap tidak lazim yang dianggap mencurigakan. Memukul kepala anjing dianggap tidak sayang anjing, dan itu dianggap tidak etis kepada makhluk hidup, apalagi terhadap anjing yang cukup dekat dengan manusia. Membuka mobil menggunakan kunci cadangan bisa dicurigai sebagai tindakan pencurian dan hukuman bagi 'pencuri' umumnya adalah dihajar oleh massa. 

Kedua, curiga tampaknya telah membudaya, "diajarkan dan disosialisasikan" secara tidak langsung dari generasi ke generasi terutama saat menghadapi situasi yang tidak lazim. Situasi yang tidak lazim tersebut dianggap dari pandangan masyarakat tersebut. Bagi pengambil video sang satpam, memukul anjing itu salah, dan tanpa konfirmasi lagi ia langsung membagikan video tersebut yang jadi viral. Tampaknya, "rekam & bagikan" saat ini telah menjadi budaya baru kita, tanpa harus verifikasi terlebih dahulu. 

Ketiga, budaya curiga itu terus eksis sebab beroperasinya "kenangan buruk" personal atau komunal. Seorang yang memelihara anjing kemudian anjingnya pernah dipukuli orang pasti merasa marah terhadap pemukul tersebut, sebab anjing tersebut berguna banyak untuk dirinya. Bagi yang tidak pelihara anjing, peristiwa "pemukulan anjing" mungkin dianggap biasa saja dan pasti ada sebab mengapa satpam tersebut memukulnya. 

Kenangan buruk terhadap aktivitas tidak lazim membuat orang bisa tidak bertindak hati-hati atau pakai nalar. Aktivitas yang sembunyi-sembunyi, sangat berhati-hati, atau di luar kebiasaan masyarakat tertentu akan dianggap penyimpangan, dan hukuman bagi penyimpangan bisa sangat keras, apalagi jika di masyarakat tersebut telah sering kemalingan. Ketidaklaziman sangat mungkin memprovokasi orang untuk bertindak yang tidak lazim pula. 

Mengikuti Kelaziman, Mengantisipasi Ketidaklaziman

Dalam masyarakat ada standar kelaziman yang jika diikuti maka individu sangat mungkin diposisikan sebagai in-group, dalam batas-batas tertentu; bukan out-group. Alasan manajemen Plaza Indonesia untuk putus kontrak dengan vendor security tersebut adalah karena, “Vendor tersebut telah gagal dalam melakukan standar operasional Plaza Indonesia. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan kerja sama terhadap pihak tersebut berlaku mulai saat ini juga." Memukul anjing adalah ketidaklaziman, tidak sesuai SOP. 

Namun satu hal yang penting dalam dunia sosial kita adalah verifikasi, yakni tidak mengambil keputusan semata-mata karena berita viral atau karena "tekanan netizen"-satu trend baru dalam percakapan sosial kita belakangan ini. Ketika ada problem, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah verifikasi atau memastikan kebenaran peristiwa tersebut; apakah fakta tersebut benar, dan apa asbab sehingga seseorang melakukan tindakan tertentu. Di titik ini, manajemen perusahaan tentu harus memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan sesuatu sebelum memutuskan sesuatu. 

Peristiwa di Sukolilo menunjukkan bahwa ada regulasi dan norma yang tidak berjalan baik secara struktural dan kultural. Secara struktural, ketika ada ketidaklaziman maka "pelaku ketidaklaziman" itu harus dibawa ke otoritas setempat. Secara kultural, masyarakat kita dikenal sebagai masyarakat yang sopan santun, pemaaf, tenggang rasa, gotong-royong, dan lain sebagainya. Karakter luhur tersebut seharusnya membuat kita lebih sabar menghadapi ketidaklaziman. 

Dua peristiwa di atas menjelaskan bahwa budaya kecurigaan masih dominan dalam masyarakat kita. Tidak general tentu saja, akan tetapi pada kasus-kasus ketidaklaziman, yang beroperasi dalam imajinasi masyarakat adalah kecurigaan yang pada batas tertentu mengarah pada kekerasan. Budaya kecurigaan ini patut untuk diminimalisir dengan membangun rasa percaya antara satu dan lainnya, verifikasi sebelum sharing sesuatu dan jika info yang ada itu rentan untuk merugikan orang lain maka ada baiknya info tersebut di-keep pada diri sendiri. 

Selain itu, budaya bertanya patut untuk diutamakan ketimbang budaya merekam dan berbagi. Ketika sesuatu telah dicap sebagai maling, susah sekali untuk menariknya dari gemuruh emosi masyarakat. Maka, menahan lisan dan tangan adalah penting sekali. Hadis Nabi Muhammad berikut ini patut untuk direnungkan, “Seorang muslim (yang sejati) adalah orang yang mana kaum muslimin lainnya selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya." (*)

***

*) Oleh : Yanuardi Syukur, Dosen dan Antropolog Universitas Khairun, Ternate.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sibolga just now

Welcome to TIMES Sibolga

TIMES Sibolga is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.