https://sibolga.times.co.id/
Kopi TIMES

Fenomena Mencalonkan Artis dalam Pilkada 2024

Senin, 24 Juni 2024 - 21:36
Fenomena Mencalonkan Artis dalam Pilkada 2024 Hery Setyawan, M.Pd., Guru di SMPN 42 Jakarta dan Guru Penggerak Angkatan 8 Jakarta Utara

TIMES SIBOLGA, JAKARTA – Mendekati pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2024 semakin memanas. Persaingan antara partai yang tidak bisa dihindari. Berbagai cara untuk bisa memenangkan persaingan dalam memperoleh kekuasaan tingkat daerah. Mulai dari pendekatan sesama partai politik semakin intensif, memunculkan tokoh dari berbagai kalangan untuk bisa dicalonkan. Semua dilakukan untuk mencari simpati dan suara agar nanti dapat menjadi pemenang pada pelaksanaan pilkada nantinya.

Diantara sekian banyak cara yang dilakukan oleh partai politik, tren mencalonkan artis sebagai figur politik semakin menjadi perbincangan hangat. Fenomena ini tidak hanya menciptakan gelombang di ranah politik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang relevansi, integritas, dan keberlanjutan demokrasi dalam konteks modern. Tidak salah memang ketika partai politik mencalonkan artis untuk maju dalam pilkada. Tetapi yang harus diketahui sejauh mana artis tersebut memiliki kematangan dalam berpolitik dan yang pasti didukung dengan kemampuan yang cukup.

Hal ini tentunya akan membuat masyarakat yang bertanya mampukah artis tersebut untuk menjadi pemimpin di daerahnya. Tentunya sebagai bagian dari masyarakat. Penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai tren artis yang mencalonkan diri dalam berbagai jabatan politik, serta implikasi yang mungkin timbul dari tren ini.

Pertama, Popularitas dan pengaruh artis dalam politik. Semua pasti tahu bahwa tujuan dicalonkannya seorang artis karena memiliki magnet yang kuat terhadap massa. Pengaruh mereka terbukti mampu mempengaruhi opini publik dalam berbagai hal, dari tren mode hingga pandangan politik. Kehadiran artis dalam dunia politik seringkali dianggap sebagai strategi untuk menarik perhatian dan mendapatkan dukungan lebih luas. Dalam konteks nasional, kita sering melihat artis ibu kota mencalonkan diri atau aktif dalam kampanye politik yang menarik perhatian internasional.

Penggunaan popularitas untuk tujuan politik tidak selalu negatif. Artis yang menggunakannya untuk menyuarakan isu-isu sosial atau lingkungan bisa menjadi kekuatan positif dalam membangun kesadaran dan memobilisasi perubahan. Namun, terdapat juga risiko ketika popularitas semata-mata digunakan tanpa dasar pengetahuan yang cukup tentang tugas dan tanggung jawab dalam pemerintahan.

Kedua, Visibilitas dan kompetensi. Ini yang menjadi pertanyaan masyarakat tentang fenomena ini. Walaupun muncul perdebatan dalam permasalahan ini. Salah satu argumen pro terhadap mencalonkan artis adalah bahwa mereka dapat memberikan visibilitas yang besar terhadap isu-isu politik dan sosial yang relevan. Namun, kualifikasi dan kompetensi untuk memimpin seringkali diperdebatkan. Pemilih harus bisa membedakan antara popularitas dan kemampuan administratif yang sebenarnya untuk memastikan bahwa mereka memilih pemimpin yang mampu mengelola tugas-tugas pemerintahan dengan baik.

Ketiga, Politik hiburan dan politik substansial. Fenomena ini juga menciptakan perdebatan tentang pergeseran dari politik yang berbasis pada substansi ke politik yang semakin terfokus pada citra dan branding. Kehadiran artis bisa saja mengalihkan fokus dari isu-isu krusial seperti kebijakan publik, ekonomi, dan keamanan nasional ke perdebatan yang lebih dangkal tentang popularitas dan kehadiran di media sosial.

Keempat, Partisipasi aktif dan sensasi media. Ada pula pertanyaan tentang apakah artis-artis ini benar-benar berkontribusi secara substansial dalam proses politik atau hanya menjadi alat untuk menciptakan sensasi media. Keterlibatan mereka bisa saja menciptakan kecenderungan untuk mengurangi kualitas diskusi publik dan meningkatkan polarisasi, terutama dalam konteks politik yang sudah terbagi secara tajam.

Tren mencalonkan artis dalam pertarungan pilkada 2024 memang tidak bisa dihindari setiap partai sudah memikirkan implikasi jangka panjang. Kehadiran artis dalam politik bukanlah fenomena baru, tetapi semakin mendapat sorotan dalam era digital ini.

Keterlibatan artis dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang politik dan partisipasi publik dalam proses demokratis. Masyarakat juga perlu dicerdaskan dalam proses berpolitik agar terjadi keseimbangan sehingga terciptanya masyarakat yang demokratis. Jangan sampai artis ini dipilih bukan karena kompetensinya dalam memimpin suatu daerah tetapi hanya melihat figur semata.

Fenomena ramai-ramai mencalonkan artis menyoroti kompleksitas dan tantangan dalam politik modern. Sementara kehadiran mereka bisa memberikan dorongan visibilitas, kita juga harus mempertimbangkan implikasi jangka panjang terhadap integritas demokrasi dan substansi kebijakan. 

Penting untuk terus mengadakan diskusi terbuka dan kritis tentang bagaimana kita memilih pemimpin politik, serta bagaimana popularitas dan kompetensi seharusnya berdampingan dalam arena politik yang semakin kompleks ini. Dan kunci terakhir ada ditangan masyarakat. 

***

*) Oleh : Hery Setyawan, M.Pd., Guru di SMPN 42 Jakarta dan Guru Penggerak Angkatan 8 Jakarta Utara.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sibolga just now

Welcome to TIMES Sibolga

TIMES Sibolga is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.